in Bonapasogit
Pemandangan
perbukitan menghijau, lembah curam dan—tentu saja—panorama keindahan
Danau Toba yang membiru, tak bisa lepas dari pandangan mata ketika
memasuki wilayah Muara; sebuah kecamataan kecil di Tapanuli Utara,
Sumatera Utara. Setidaknya, inilah yang akan teralami ketika memasuki
kawasan Muara jika melakukan perjalanan lewat transportasi darat.
Namun selain itu, penjelajahan menuju
kawasan yang memang identik dengan Danau Toba itu, juga dapat
dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan menumpang kapal angkutan kecil
yang hampir setiap hari berangkat dari dermaga kapal Balige, Kabupaten
Toba Samosir (Tobasa), yang waktu perjalanannya akan memakan waktu
sekitar 1,5 jam.
Tentu saja penjelajahan lewat kapal ini,
mata kita akan lebih dimanjakan dengan sajian-sajian pemandangan alam
yang indah, juga sesekali akan terlihat beberapa nelayan yang sedang
menyebarkan jala-jala ikannya di sekitar danau. Dan, inilah yang
menjadi salah satu potret kehidupan penduduk pinggiran Danau Toba.
Pada hari tertentu, biasanya Kamis,
dermaga Muara juga akan dipadati dengan kapal-kapal angkutan yang
membawa para pedagang dari luar kecamatan, baik dari wilayah Tobasa,
Samosir dan daerah lain. Kamis adalah hari pekan besar Muara. Pada hari
itu, kota kecil Muara akan tampak ramai dengan hiruk pikuk pedagang,
bongkar muat kapal, juga lalu lalang para pembeli yang datang dari
desa-desa terpencil dengan menggunakan perau-perahu kecil (solu).
Selain sebagai waktunya berbelanja
keperluan hidup mingguan bagi para penduduk, hari pekan itu juga
menjadi hari di mana para petani dan nelayan akan menjajakan hasil
usahanya untuk menyambung keperluan hidup sehari-hari.
Meski demikian, selain sebagai nelayan
danau, mata pencaharian kecamatan yang terdiri dari 15 desa; dihuni
sekitar 2.893 kepala keluarga (kira-kira 15.171 jiwa; mayoritas etnis
Batak Toba) itu, mayoritas bersumber dari sektor pertanian, seperti
padi dan sayur-sayuran.
Potensi pertanian lainnya adalah buah
mangga. Selain di Muara, pohon mangga banyak terdapat di Pulau Bandang,
yang letaknya tak berapa jauh dari Muara, yang kemudian dikenal dengan
“Pulau Mangga”.
Tapi, ini juga menjadi ciri khas Muara,
yang sudah biasa berlangsung dari tahun ke tahun. Biasanya antara bulan
Agustus hingga September akan terjadi panen mangga besar-besaran.
Mangga yang dikenal dengan “Mangga Muara” itu terkenal manis rasanya,
meski buahnya tergolong kecil-kecil. Namun, inilah salah satu andalan
kekayaan alam Muara.
Tak heran pula jika pada masa penen besar
itu, wilayah lain akan turut kebagian “getah” menikmati manisnya buah
mangga yang harganya tergolong murah itu. Mangga Muara malah kerab
dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang sering berkunjung ke Parapat.
Kaya Potensi Wisata
Muara, kecamatan yang terletak di sebelah
utara kawasan Danau Toba, seperti daerah lainnya yang berada di
kawasan pinggiran Danau Toba, juga memiliki keindahan alam tersendiri.
Tentu saja, potensi itu juga tak kalah potensialnya jika dibandingkan
dengan daerah lainnya itu, meski dilatarbelakangi kultur atau tradisi
yang tak jauh berbeda.
Maka tak heran jika sejak lama Muara
sudah ditetapkan sebagai salah satu kawasan wisata Sumut, yang secara
khusus pengelolaan potensi itu diserahkan kepada kabupaten yang
menaunginya, yaitu Tapanuli Utara (Taput).
Sebutan “Muara Nauli’, yang artinya
“Muara yang indah” pun sebenarnya tak meleset dari kenyataan.
Sayangnya, sekadar memuji keindahan itu nampaknya tak cukup. Butuh
polesan lebih agar ia memberi arti, baik secara ekonomi maupun kultur
sosial. Pasalnya, keindahan alam Muara yang penuh tantangan serta
“godaan” panorama alamnya, juga hembusan anginnya yang menyejukkan itu,
walau disebut-sebut sebagai salah satu objek wisata andalan Kabupaten
Taput, ternyata hingga kini belum terlihat telah menunjukkan gaungnya.
Kondisi ini diakibatkan minimnya polesan
kepada Muara. Sayangnya lagi, tampaknya investor belum berani melirik
kawasan Muara sehingga nantinya mampu memberikan sesuatu yang berbeda
bagi wisatawan.
Hal ini juga dapat terlihat dari bukti
masih minimnya jumlah kunjungan wisatawan menuju Muara. Bahkan, tak
diketahui secara pasti angka kunjungan wisatawan yang pernah
mengunjungi kawasan itu. Pendataan kunjungan wisatawan menuju Muara
belum pernah dilakukan oleh dinas terkait setempat.
Dibandingkan Parapat misalnya, Muara
belum memiliki daya tarik atau keunikan tersendiri yang bisa “dijual”.
Maka tak heran jika gaungnya belum juga terlihat. Kalau hanya memandang
panorama alamnya saja, wisatawan pasti cepat bosan. Di sisi lain, para
wisatawan sebenarnya ingin melihat sesuatu yang mampu membuat mereka
betah berlama-lama di sana.
Danau Toba didiami oleh tujuh kabupaten
yang dilatari budaya, bahasa, tradisi yang hampir sama. Nah, jika Muara
tak memberikan sesuatu yang lebih dari apa yang sudah ada di daerah
lain seperti Parapat, Tomok, Tuktuk, maka siapa lagi yang akan
mengunjunginya.
Kendala lain, meski akses menuju Muara
memang tak hanya satu, namun hal itu masih menjadi kendala lain bagi
wisatawan. Jarak Muara kira-kira 38 kilometer dari Kota Tarutung.
Selain itu, meskipun Bandara Silangit (yang jaraknya hanya 11 kilometer
dari Muara) telah hadir untuk menjawab masalah itu, namun belakangan
langkah itu belum memberi arti penting untuk menarik wisatawan datang
ke Muara.
Pulau Sibandang dan Hutaginjang
Muara bukan hanya Muara. Sebutan itu
bukanlah isapan jempol belaka jika melihat potensi wisata yang ada di
Kecamatan Muara. Sebut saja Pulau Sibandang misalnya, sebuah pulau
kecil seluas kira-kira 1.119 hektar yang menjadi pulau kedua di tengah
Danau Toba setelah Pulau Samosir itu, merupakan kawasan yang sejak lama
sudah diperioritaskan untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata Taput.
Pulau Sibandang merupakan lokasi yang
potensinya layak diperhitungkan. Lokasi Pulau Sibandang merupakan salah
satu kawasan strategis dan memiliki prospek menjadi resor wisata air.
Disebutkan bahwa di sekitar lokasi perairan merupakan lokasi strategis
untuk berbagai aktivitas olahraga air seperti parasailing, ski air, jet
ski, kano, sampan tradisional dan renang.
“Daratan pulau ini juga layak dilirik
sebagai tempat yang ideal untuk pertandingan tinju, pacuan kuda,
atraksi budaya lokal, dan pembangunan lapangan golf.” Demikian
disebutkan dalam rencana program pembangunan kawasan Muara, yang
merupakan salah satu bagian dari visi pembangunan daerah Taput itu.
Di Muara sendiri, saat ini sudah berdiri
sebuah hotel dengan standar yang cukup memadai yang diharapkan akan
menjadi titik awal berkembangnya penanaman modal di kawasan Muara,
katanya.
Ajang kompetisi paralayang/gantole juga
kerap dilaksanakan di kawasan Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara.
Kawasan Desa Hutaginjang adalah dataran tinggi Muara, yang memiliki
curah angin cukup tinggi. Dari ketinggian itu, dilakukan start ajang
kompetisi paralayang yang akan melintasi lokasi perairan Danau Toba
yang akan finish di beberapa tempat seperti Pulau Sibandang maupun Desa
Aritonang, yang merupakan salah satu desa budaya Muara. (Metro
Bonapasogit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar